Ah, itu sih
lagu lama…
Masyarakat
kita sudah bosen akan cara lama
berkampanye seperti itu. Banyak cara baru kok. Misalnya, seperti yang diusung
salah satu partai, menjadikan pemenang konvensi capresnya oleh salah satu ikon raja musik dangdut yang
“melegenda” di negeri ini. Tujuannya ya itu: meraup suara terbanyak. Tapi, kawan,
buat apa mendiskusikan roda politik yang berputar tak tentu arah itu.
Aku hanya ingin berbagi kisah, kawan.
Sebuah kisah,
atau lebih tepatnya dongeng, sederhana.
Kisah ini
terjadi di sebuah hutan rimba di pedalaman Kalimantan sana.
Nun jauuuh
sekali di dalam hutan, melewati semak belukar, rajutan pepohonan.
Suasana yang
masih begitu “hijau” dan asri.
Para hewan
hidup rukun dan saling gotong royong.
Sebagaimana
hutan-hutan pada umumnya, yang tergabung dalam PHH (Persatuan Hutan Hutan) dan
perarturan internasional per-hutanrimba-an, di sini juga dipimpin oleh Singa
sang raja hutan.
Semua berjalan
alami dan baik-baik saja.
Oh, tidak
baik-baik saja hingga…
Hingga
terjadi suatu kejadian heboh.
Ratusan,
atau bahkan ribuan, hewan berkumpul di depan Istana Hutan.
Istana Hutan
adalah tempat resmi raja hutan dan para pembesar hutan mengadakan rapat.
Terang saja
sang Singa bingung.
Sebagai raja
yang bijak, dia memilih untuk menemui rakyatnya.
Di depan
Istana hutan, berkumpul belasan badak, lima jerapah, tujuh serigala, dan
sepuluh orang utan di barisan depan. Si Ular membawa pengeras suara.
Tidak
ketinggalan rombongan zebra, selusin antelop, enam kuda nil, dan pasangan buaya.
Hadir juga
cheetah, elang jawa, monyet, perkutut merah, hingga kelinci putih.
Pokoknya
buanyak...
Mereka
memakai ikat kepala dan membawa spanduk bertuliskan,
“Hidupkan Demokrasi!”.
Singkat
cerita, hewan-hewan tersebut ingin mengadakan sistem kepemimpinan yang
demokratis di hutan. Tidak melulu Singa sang raja hutan, yang jadi pemimpin.
Raja pun
menyanggupi. Dia rela melengserkan tahtanya demi keinginan rakyat.
Sistem
demokrasi pun diadakan untuk pertama kalinya.
Pertama kali
dalam sejarah hutan di seantero dunia.
Tentu saja
melanggar peraturan, tapi ah, biar saja.
Apa salahnya
mencoba seperti manusia. Ya tho?
Dua bulan
kemudian, terbentuklah dua belas partai.
·
Partai Herbivora Jaya, diketuai oleh Zebra.
Pendukungnya adalah mereka yang pro vegetarian.
·
Partai Taring Tajam, dipimpin oleh Macan Tutul.
·
Partai Bijaksana Abadi, diprakarsai oleh Orang
Utan.
·
Partai Bulan Bintang yang dipimpin oleh Burung
Hantu.
·
Partai Curang Nasional, dengan Tikus Tanah
sebagai pemimpin.
·
Partai Merdeka Jaya, yang dikepalai oleh Antelop
Cokelat.
·
Partai Hidup Sejahtera, dipimpin oleh Nyamuk
Belang.
·
Partai Indah Sentosa, didapuk bersama Kakaktua
Jambul Kuning.
·
Dan empat partai lainnya, yang diketuai oleh
Monyet Ekor Panjang, Ular Derik,
Belalang Hutan, dan juga Semut Merah
Rangrang.
Alhasil, masa kampanye berlangsung
seru. Sangat seru!
Koar-koar
janji yang diucapkan tidak kalah oleh politisi manusia.
Baliho-baliho
dipasang, money politics tak terhindarkan.
Semua pasti
akan berjalan baik, pikir semua hewan.
Namun, tidak
benar baik-baik saja saat…
Saat sehari
menjelang pilpres nasional hutan tiba,
Tiba-tiba
semua kandidat dari masing-masing partai melakukan:
Pengunduran diri!
Ya,
mengundurkan diri..
Alasannya simpel:
Kehidupan di hutan tidak cocok dengan politik!
Sang Singa
pun kembali menjadi Raja Hutan.
Dinamika
hutan berjalan sebagaimana mestinya.
Hewan-hewan
merasa nyaman dengan semua itu.
TAMAT.
Ps: Untuk mendapatkan
inspirasi lebih banyak lagi,
Silakan kunjungi
pintuduniamu.blogspot.com….
Komentar
Posting Komentar